Menag Nasaruddin Umar: Belum Ada Ulama Fatwa Sekaliber Prof. Ibrahim Hosen

Tangerang Selatan (IIQ Jakarta) – Menteri Agama RI, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A., mengenang sosok almarhum Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML., M.A. sebagai ulama fatwa besar yang meninggalkan jejak pemikiran luar biasa dan tak tergantikan. Menurut Menag, hingga saat ini belum ada ulama fatwa yang mampu menandingi keluasan dan kedalaman pemikiran beliau.

Pernyataan itu disampaikan Menag saat memberikan sambutan dalam acara “24 Tahun Memorial Conference: Refleksi Pemikiran Ibrahim Hosen”, yang diselenggarakan oleh Yayasan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Ibrahim Hosen, di Kampus IIQ Jakarta, Tangerang Selatan, pada Minggu (9/11/2025).

Acara memorial ini tidak hanya menjadi ajang refleksi pemikiran tokoh besar, tetapi juga momentum peluncuran buku berjudul “Fikih, Fatwa dan Ijtihad: Menyusuri Pemikiran Islam dalam Konteks Kekinian”, yang menghimpun kembali gagasan-gagasan cemerlang sang maestro.

Hadir dalam kesempatan tersebut sejumlah tokoh penting, antara lain Ketua Yayasan IIQ Jakarta Ir. H. Rully Chairul Azwar, M.Si., IPU, Menteri Agama periode 2014–2019 Lukman Hakim Saifuddin, serta Ketua Yayasan Ibrahim Hosen dan The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Prof. Dr. H. Nadratuzzaman Hosen, Ph.D.. Turut hadir pula Rektor IIQ Jakarta, Associate Prof. Dr. Hj. Nadjmatul Faizah, S.H., M.Hum., yang sekaligus menjadi tuan rumah penyelenggaraan acara.

Dalam sambutannya, Prof. Nadratuzzaman Hosen mewakili keluarga besar menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk ikhtiar untuk menjaga marwah dan kesinambungan pemikiran Prof. Ibrahim Hosen agar tetap hidup dan relevan bagi generasi masa kini. Hal senada disampaikan Ketua Yayasan IIQ Jakarta dan Rektor IIQ Jakarta, yang menegaskan pentingnya mengarsipkan dan menghidupkan kembali pemikiran beliau agar dapat menjadi rujukan dalam menghadapi tantangan zaman modern.

Menag Nasaruddin Umar menguraikan keistimewaan Prof. Ibrahim Hosen sebagai ulama fatwa dengan corak pemikiran khas Indonesia. Menurutnya, pandangan fikih Prof. Ibrahim sangat kontekstual dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia yang majemuk dan berbudaya bahari.

“Pemikiran beliau sangat pas untuk masyarakat kita yang beragam, terbuka, dan egaliter. Corak pemikirannya tidak kaku, tetapi luwes dan mampu berdialog dengan realitas sosial,” ujar Menag dalam sambutannya.

Menutup pidatonya, Menag berharap agar memorial conference ini dapat dikembangkan dalam skala yang lebih luas pada masa mendatang, sehingga generasi muda dapat lebih mengenal dan meneladani pemikiran Prof. Ibrahim Hosen.

“Tugas kita bersama adalah melanjutkan warisan intelektual beliau dengan mengejawantahkan pemikiran Islam yang progresif dan membumi, sebagaimana diusung oleh Prof. Ibrahim Hosen. Itulah salah satu langkah menuju cita-cita Indonesia sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” pungkasnya. (FP)