Studi Banding IPQAH Medan ke IIQ Jakarta

JAKARTA, Senin 08/06/2009 Ikatan Persaudaraan Qari-Qari’ah dan Hafidz-Hafidzah (IPQAH) Medan berkunjung untuk studi banding ke Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Delegasi IPQAH yang seluruhnya berjumlah delapan orang ini disambut hangat oleh Kabiro IIQ Jakarta, Edi Suhendi, dan juga asisten rahli rektor IIQ, Ridwan Sanusi, di ruang rapat direkur pascasarjana IIQ.

Dalam perbincangan hangat ini, salah seorang delegasi IPQAH menanyakan seputar sejarah dan spesifikasi IIQ, baik jenjang S1 dan S2. Di antara juga ada yang meminta penjelasan tentang bagaimana manajemen IIQ di jalankan? Bagaimana cara-cara IIQ dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, khususnya dengan pemerintah daerah?

Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mula-mula Edi Suhendi, selaku Kabiro IIQ, menjelaskan bahwa Pascasarjana IIQ berdiri sejak th. 1998. Bagi mahasiswa jenjang S1 memang khusus untuk perempuan dan diwajibkan tahfidz al-Qur’an (hafal al-Qur’an), tetapi bagi mahasiswa S2, dicampur antara laki-laki dan perempuan, dan tidak diwajibkan tahfidz al-Qur’an, kecuali hanya diwajibkan menghafal surah-surah pendek dari al-Qur’an.

Lebih lanjut Edi juga menjelaskan bahwa sekarang ini IIQ memiliki Pesantren Tinggi IIQ dan Rusunawa di daerah Pamulang. Menurutnya, ada rencana ke depan, tempat perkuliahan S1 akan ditempatkan di Pesantren Tinggi di Pamulang, dan gedung IIQ yang berada berhadapan dengan gedung UIN Jakarta, akan dijadikan tempat belajar khusus bagi jenjang S2.

Kenapa jenjang S1 IIQ hanya diperuntukkan untuk peserta didik perempuan, alias mahasiswi? Edi menjawab bahwa pada mulanya pendiri IIQ, Prof. KH. Ibrahim Hosein, yang saat itu menjadi salah sati pelopor di PTIQ, ditegur seorang ulama, karena waktu itu di PTIQ dicampur peserta didik laki-laki dan perempuan. Setelah itu KH. Ibrahim Hosein, berinisiatif mendirikan IIQ, yang sejak awal memang dikhususkan untuk mahasiswi.

Sementara itu Ridwan Sanusi menegaskan bahwa sejak awal IIQ didirkan oleh Ibrahim Hosein dengan niat tulus ikhlas, demi syiar Islam.Meski demikian ada juga pihak-pihak yang tidak suka dengan upaya beliau untuk menegakkan cahaya al-Qur’an di bumi Allah ini.

Dalam soal bagaimana IIQ menggali dana, menurut Ridwan, sebenarnya orang Islam itu banyak yang kaya. Ini tinggal bagaimana kita meyakinkan mereka bahwa konsep kita, tujuan dan kerja kita membawa kemaslahatan. Apalagi demi tegaknya nur al-Qur’an. Pasti banyak donatur yang tertarik, katanya.

Lebih lanjut, Ridwan juga menyatakan bahwa selama ini IIQ berhasil menyodorkan konsep yang dapat meyakinkan pemerintah daerah, sehingga mereka tidak sungkan-sungkan memberi kontribusi pendanaan. Masih menurut Ridwan, dalam hal tenaga dosen, IIQ juga tidak pernah merasa kebingungan, karena selama ini menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Di antaranya dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, di antaranya melalui tenaga doesn yang diperbantukan ke IIQ Jakarta.

Demikian cuplikan diskusi dalam studi banding kali ini. Diskusi terus berlangsung sampai pkl. 12.00 WIB. Di penghujung acara, IPQAH Medan dan IIQ Jakarta saling bertukar cindera mata. IIQ memberikan 2 jurnal Misykat (jurnal pasca IIQ) dan 2 eksmplar jurnal Nida al-Qur’an edisi Juni 2009 dan juga buku Berjuang di bawah Naungan al-Qur’an, karya civitas akademika IIQ Jakarta. Sementara itu IPQAH medan memberikan 4 eksemplar buku tentang Syaikhul Qurra. Demikian acara studi Banding berjalan dengan baik dan memuaskan kedua belah pihak. (AM)