Alif Memiliki Peran Penting dalam Menjaga Keselarasan Tulisan dan Bunyi Al-Qur’an

Tangerang Selatan – Alif bukan hanya sebuah simbol grafis, tetapi memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keselarasan antara tulisan dan bunyi Al-Qur’an, sehingga menciptakan kesatuan makna yang harmonis. Sebagai elemen kunci yang berfungsi untuk menyatukan tulisan, bunyi, dan pesan ilahiah, alif memainkan peran strategis dalam menciptakan keseimbangan ini. Integrasi antara aspek ortografis dan fonologis menghasilkan dinamika bahasa yang mendalam, sambil menegaskan dimensi estetika dan teologis dalam bahasa wahyu.

Hal ini disampaikan dalam penelitian berjudul Peran Alif terhadap Keserasian Tulisan, Bunyi, dan Makna yang dilakukan oleh Abdul Rosyid. Ia berhasil meraih gelar doktor dari Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta setelah mempertahankan disertasinya dengan nilai 9,5.

Dalam ujian promosi doktor yang berlangsung di Aula Kampus IIQ Jakarta, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, pada Jumat (22/8/2025) sore, Abdul Rosyid memaparkan bahwa analisis terhadap mekanisme ortografis seperti ḥażf–iṡbāt, ziyādah, dan ibdāl menunjukkan bahwa alif berfungsi lebih dari sekadar urusan teknis. Ia merupakan bagian penting dari sistem makna dalam Al-Qur’an. Hubungan erat antara ortografi dan fonologi memperlihatkan bahwa aspek bahasa dalam Al-Qur’an bukan hanya memiliki nilai estetis, tetapi juga berfungsi untuk memperkuat pesan-pesan ilahiah.

“Alif, dengan demikian, adalah simpul makna yang menyatukan teks, bunyi, dan dimensi spiritualitas, sekaligus membuktikan bahwa setiap elemen linguistik dalam Al-Qur’an layak untuk dikaji secara mendalam. Penelitian ini hanya menyentuh sebagian kecil dari kompleksitas huruf alif, sehingga masih perlu adanya kajian lanjutan,” ujar Abdul Rosyid, yang pernah menjabat sebagai sekretaris 3 Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra wal-Huffazh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Disertasi Abdul Rosyid, yang lahir di Lumajang pada 20 September 1979, menganalisis peran huruf alif dalam Al-Qur’an menggunakan pendekatan kualitatif berbasis hermeneutika dekonstruksi Jacques Derrida, terutama konsep teks dan différance. Pendekatan ini digunakan untuk mengungkap keterkaitan antara ortografi dan fonologi dalam membangun makna.

“Penelitian ini menggabungkan analisis terhadap rasm ‘uṡmānī, kaidah tajwīd, dan variasi qirā’āt, dengan fokus pada mekanisme ḥażf–iṡbāt, ziyādah, dan ibdāl huruf alif. Sumber utama yang digunakan termasuk mushaf Al-Qur’an dalam berbagai riwayat, kitab-kitab ‘ilm alrasm, ‘ilm al-qirā’āt, dan tajwid,” jelasnya di hadapan Promotor Said Agil Husin Al-Munawar, Co-Promotor Muhammad Ulinnuha, serta dewan penguji yang terdiri dari Artani Hasbi, KH Ahmad Fathoni, dan Romlah Widayati. (Sumber: NU Banten)