IIQ Dorong Gerakan Nyata Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan di Era Society 5.0
Jakarta, 7 Oktober 2025 — Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta melalui Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) menggelar kegiatan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan di Era Society 5.0 di Aula IIQ Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan. Kegiatan ini merupakan bentuk komitmen IIQ Jakarta dalam memperkuat peran lembaga pendidikan tinggi Islam sebagai pelopor pencegahan kekerasan berbasis gender di tengah masyarakat yang semakin digital dan dinamis.
Acara ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Dra. Irma Safitri, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP3AP2KB Kota Tangerang Selatan, serta Dr. Hj. Muzzayyanah, M.A., Ketua PSGA IIQ Jakarta. Kegiatan dibuka secara resmi oleh Assoc. Prof. Dr. Hj. Nadjmatul Faizah, SH., M.Hum., Rektor IIQ Jakarta, yang sekaligus memberikan sambutan kepada seluruh peserta sosialisasi.
Dalam sambutannya, Rektor IIQ Jakarta, Assoc. Prof. Dr. Hj. Nadjmatul Faizah, menyampaikan apresiasi kepada PSGA atas inisiatif menyelenggarakan kegiatan yang sangat relevan dengan tantangan sosial di era digital. Beliau menegaskan bahwa perkembangan teknologi membawa dampak besar terhadap dinamika masyarakat, termasuk munculnya bentuk-bentuk kekerasan baru yang kerap kali tidak disadari.
“Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi di ruang fisik, tetapi juga di ruang maya. Di era 5.0, kekerasan bisa hadir dalam bentuk ujaran kebencian, pelecehan verbal di media sosial, atau perundungan digital. Oleh karena itu, pencegahan kekerasan harus dilakukan dengan cerdas, kolaboratif, dan berlandaskan nilai-nilai keislaman,” ujar Rektor IIQ Jakarta.
Lebih lanjut, Rektor IIQ menegaskan pentingnya peran civitas akademika dalam membangun kesadaran terhadap isu kekerasan berbasis gender di lingkungan pendidikan tinggi. Menurutnya, lembaga pendidikan Islam seperti IIQ Jakarta memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menjadi pelopor dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan, baik dalam konteks akademik maupun sosial masyarakat.
Dalam sesi pemaparan, Dra. Irma Safitri memaparkan data dari UPTD PPA Kota Tangerang Selatan yang menunjukkan bahwa pada tahun 2024 terdapat 334 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan 132 korban perempuan dewasa dan 36 kasus kekerasan seksual. Angka ini, menurutnya, hanyalah “puncak gunung es” dari realitas yang jauh lebih kompleks di lapangan.
“Banyak korban yang masih takut melapor karena tekanan sosial dan stigma. Padahal, melaporkan kekerasan bukanlah aib, tetapi bentuk keberanian menuju pemulihan,” ungkapnya.
Dalam kegiatan sosialisasi ini, DP3AP2KB menekankan pentingnya peran keluarga dan lembaga pendidikan dalam membangun kesadaran sejak dini. Kurangnya pengetahuan nilai agama, rendahnya pemahaman pola asuh, serta derasnya arus informasi negatif di media sosial disebut sebagai faktor utama yang memicu meningkatnya kekerasan.
Menurut pemaparan, perilaku kekerasan juga tumbuh karena minimnya efek jera bagi pelaku, serta rendahnya tingkat pelaporan di masyarakat. “Kekerasan bisa dicegah bila kita semua berani bersuara dan peduli,” demikian pesan utama DP3AP2KB.
Lebih lanjut, beliau menyoroti tantangan baru yang muncul di era digital, seperti cyber grooming, pelecehan daring, dan eksploitasi seksual berbasis teknologi. Ia menjelaskan bahwa pelaku sering kali memanfaatkan kedekatan emosional dan manipulasi psikologis untuk menjebak korban, terutama perempuan dan anak-anak.
“Kita harus meningkatkan literasi digital dan membangun kesadaran sejak dini agar perempuan dan anak mampu mengenali tanda-tanda bahaya di dunia maya,” ujarnya.
Dalam paparannya, narasumber menjelaskan berbagai bentuk kekerasan yang kerap terjadi, mulai dari fisik, psikis, seksual, penelantaran, hingga eksploitasi. Sosialisasi ini juga membahas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang menegaskan bahwa kekerasan seksual bukan sekadar perkosaan, tetapi juga mencakup pelecehan nonfisik, pemaksaan kontrasepsi, eksploitasi seksual, hingga kekerasan berbasis elektronik.
Kegiatan ini juga mendorong masyarakat untuk mengambil langkah nyata dalam pencegahan dan penanganan kekerasan. Peserta diingatkan agar memperkuat komunikasi keluarga, menanamkan nilai agama, serta aktif mencari informasi tentang lembaga perlindungan seperti UPTD PPA dan PUSPAGA CERIA Kota Tangerang Selatan, yang menyediakan layanan konseling, rehabilitasi, dan bantuan hukum bagi korban kekerasan.
Warga yang melihat, mendengar, atau mengalami kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat segera melapor ke Hotline UPTD PPA 0878-8211-3632 atau Call Center Darurat Tangsel Siaga 112 untuk mendapatkan penanganan segera.
Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen IIQ Jakarta dalam mewujudkan kampus yang aman, inklusif, dan ramah perempuan. Melalui PSGA, IIQ terus aktif mengadakan pelatihan, penelitian, serta advokasi terkait isu kesetaraan gender dan perlindungan perempuan. (FP)