Renungan Ramadan; Apakah Ramadan Tahun ini akan Lebih Bermakna?
Nadirsyah Hosen (Wakil Ketua Dewan Pengasuh Pesantren Takhasus IIQ Jakarta)
BULAN Ramadan kembali tiba. Tentu wajar kita melakukan refleksi: apa perbedaan Ramadan ini dengan Ramadan sebelumnya? Bukankah ayat kutiba alaykumus shiyam (QS 2:183) masih tetap sama dan tidak pernah berubah? Bukankah perdebatan kapan memulai puasa antara penganut metode hisab dan rukyah juga seperti tahun sebelumnya?
Suasana Ramadan saat sahur, berbuka puasa, dan Tarawih berjemaah juga tetap sama seperti sebelummnya? Lantas apa yang membedakan Ramadan kita di 2023 ini?
Tahun 2023 menjelang Ramadan ini publik dikagetkan dengan berbagai ulah pamer kemewahan dari keluarga pejabat. Akankah kita melihat isi medsos keluarga pejabat berganti dengan postingan berbagai acara ritual keagamaan di bulan Puasa?
Dari pamer kemewahan berubah menjadi pamer kedekatan dengan Tuhan. Adakah yang salah dengan ini? Atau memang agama menjadi tempat persembunyian yang sempurna dari hajat untuk narsis demi konten?
Saat menjelang bulan Puasa, publik juga dikagetkan dengan dugaan lebih dari Rp300 triliun TPPU (tindak pidana pencucian uang) yang melibatkan banyak pegawai sebuah kementerian. Ini bukan jumlah yang sembarangan. Tidak mungkin uang sebanyak itu bisa habis hanya untuk membayar THR tunjangan hari raya orang sekitarnya. Apakah kasus ini akan lenyap begitu saja?
Belum lagi kita disuguhi menjelang Ramadan ini persidangan perwira polisi yang konon meminta fee Rp100 miliar untuk meloloskan 1 ton sabu. Kebenarannya tentu masih harus dibuktikan di pengadilan. Namun, ternyata di negeri kita begitu mudah uang mengalir tanpa peduli halal atau haramnya.
Lantas, sekali lagi, apa yang bisa membedakan kita berpuasa pada 2023 ini dengan tahun-tahun sebelumnya? Dengan kata lain, pengalaman spiritual apa yang hendak kita jalani di Bulan Suci setelah sebelumnya dikagetkan dengan berbagai peristiwa di atas?
Sumber berbagai masalah di atas itu ialah soal kemampuan menahan diri dari syahwat. Ketamakan, kemewahan, dan pencitraan diri ialah kategori syahwat yang harus kita kendalikan. Lantas apa pegangan kita agar Ramadan tahun ini lebih bermakna dan kita bisa lulus mengendalikan nafsu syahwat?
Nabi bersabda, “Janganlah kalian mematikan hati dengan terlalu banyak mengonsumsi makanan dan minuman. Karena hati itu seperti tanaman, akan mati apabila terlalu banyak disiram air.”
Imam al-Ghazali dalam Minhajul ‘Abidin menjelaskan, “Perbuatan dan ucapan manusia itu sesuai dengan apa yang dikonsumsinya. Jika yang masuk barang haram, yang keluar ialah barang yang haram. Jika masuk barang yang berlebihan, yang keluar ialah hal-hal yang berlebihan.”
Bulan Puasa di 2023 ini kembali tiba untuk mengingatkan kita bahwa kemuliaan manusia diraih lewat kemampuan menahan syahwatnya, bukan melampiaskannya. Makan, minum, dan seks sebagai naluri dasar manusia dipuasakan, bukan dipuaskan. Begitu pula segenap pancaindera, dan juga pikiran serta hati kita.
Semoga Ramadan tahun ini bisa lebih bermakna. Marhaban Ya Ramadan!