PSW dan LPPI IIQ Seminar Sehari Tentang Al-Qur’an dan Orientalis
JAKARTA – Selasa 31/09/2010, Pusat Studi Wanita (PSW) dan Lembaga Pengkajian dan Penelitian Ilmiah (LPPI) IIQ Jakarta bekerjasama dengan Atase Kebudayaan Iran di Jakarta selenggarakan seminar sehari yang membahas tema al-Qur’an dan Orientalis.
Acara yang bertempat di Aula Utama kampus IIQ ini diahdiri oleh ratusan hadirin, dosen, mahasiswa dan seluruh civitas akademika IIQ lainnya, juga para anggota atase kebudayaan Iran di Indonesia. Seminar ini menghadirkan dua narasumber. Yang pertama, ahli ulumul Qur’an dan tafsir dari Jami’atul Mushtafa Qum Iran, Dr. Hassan Zammani. Narasumber kedua, Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA dari IQ Jakarta. Hadir pula tamu-tamu kehormatan, seperti Prof. Dr. Nabilah Lubis, Syeikh Sulthon dari Universitas al-Azhar al-Syarief Mesir, Drs. H, Baidhowi dari Yayasan IIQ dan Dr.Ali Rabbani, ketua Atase Kebudayaan Iran di Jakarta.
Dalam sambutannya, moderator dan ketua LPPI, Dr. Romlah Wisayati, MA, menjelaskan bahwa acara ini adalah acara yang diselenggarakan Atase Kebudayaan Iran di IIQ untuk yang ketiga kalinya dalam bulan Ramadhan tahun ini. Ini bertujuan untuj meningkatkan kerjasama yang positif di antara umat Islam, khususnya para pecinta kajian al-Qur’an. “Ini semua berkat kerjasama IIQ Jakarta dengan Atase Kebidayaan Iran yang diinisiasi oleh ketua PSW IIQ, Nadjematul Faizah”, kata moderator menjelaskan.
Dalam sambutannya, Dr. Ali Rabbani, Dr. Ali Rabbani menyampaikan bahwa: “Sepanjang sejarah, manusia telah berusaha melakukan berbagai hubungan dengan berbagai jalur, baik sosial, ekonomi, politik, dan bahkan juga peperangan. Berbagai macam pandangan dan madzhab melalui berbagai jalur ini nyata dapat dirasakan oleh manusia. Akan tetapi dari berbagai jalur yang ada maka jalur yang aman dan kekal adalah jalur hubungan melalui jalur kebudayaan. Bila terjadi pertikaian antara umat manusia, maka yang tinggal adalah ide dan kebudayaan mereka yang diwariskan dari generasi ke generasi yang lain. Bila melalui jalur oerdagangan, maka saat ini yang kita rasakan adalah bahwa dahulu ada hubungan kebudayaan di antara mereka. Hubungan melalui jalur budaya inilah yang dapat kita rasakan antara negara, seperti yang dirasakan antara Iran dan Indonesia. Dialog antar negara, khususnya Indonesia dan Iran, kita rasakan manfaatnya dalam bidang kebudayaan”
Lebih jauh beliau menjelasjkan bahwa: “Di antara cara terbaik untuk melakukan dialog adalah dengan melibatkan para cendikiawan, intelektual dan para ilmuwan. Khususnya pada masa sekarang, di mana kita hidup di globalisasi, di mana kita tidak terbelah lagi oleh jarak, kita tidak lagi terhalangi untuk melakukan dialog. Dialog yang terjadi antara para pemikir Islam, akan dapat kita nikmati hasilnya, bila memang didasarkan pada al-Qur’an.”
Hj.Maria Ulfah, MA, yang menyampaikan sambutannya mewakili pimpinan IIQ, menyampaikan trimkasihnya atas kerjasama yang terjalin selama ini. Beliau juga berharap agar ke depan IIQ juga bisa diundang ke Iran
Dr. Hassan Zammani, pada presentasinya menyampaikan hal-hal penting. Mulai dari penjelasan al-Qur’an sebagai petunjuk hidup sampai menjelaskan gerakan orientalisme dalam dunia Islam dan studi al-Qur’an. Mengenai al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia beliau mengatakan: “Kita meyakini al-Qur’an sebagai kitab petunjuk bagi manusia. Kalau kita membeli alat elektronik maka ada katalog yang terkait dengan cara menggunakan alat elektronik tersebut”.
Lebih jauh beliau menjelaskan bahwa di dalamal-Qur’an ada petunjuk tentang bagaimana kita mendidik anak, bagaimana kita berhubungan di dalam keluarga, di dalam masyarkat juga tentang bagaimana mengatur sebuah pemerintahan.”
Menurutnya, selama ini kita dan pada umumnya masyarakat muslim melakukan kesalahan fatal dalam memperlakukan al-Qur’an. Kesalahan fatal yang kita lakukan adalah, kita hanya mencukupkan diri dengan apa yang kita bisa dan belum memaksimalkan mengamalkan al-Qur’an. Kita biasanya sekedar mempelajari al-Qur’an dengan belajar membaca, tajwid, qira’ah dan lanjutnya adalah penghafalan. Biasanya kita mendeg sampai di situ saja. Padahal ada tugas yang lebih besar yaitu mengamalkan al-Qur’an. Sistem eekonomi, hukum dan undang-undang yang ada di berbagai negara bukanlah berdasarkan Islam, meski mengaku sebagai negara Islam. Iran juga telah mengalami kesalahan seperti itu pada masa-masa yang lalu, yaitu tidak mengamalkan al-Qur’an dan hanya mebacanya saja. Padahal menurut Hassan Zamani, al-Qur’an mencakup segala bidang, ekonomi, sosial, politik dan sistem pemerintahan.
Selanjutnya, beliau menjelaskan panjang lebar mengenai orintalisme. Mula-mula ia mendefenisikan bahwa orientalisme adalah non muslim yang mempelajari al-Qur’an dengan berbagai tujuannya, ini dimulai sejak 1000 tahun yang lalu lamanya. Mereka banyak mendapatkan manfaat dari al-Qur’an.
“Secara seluruhan orientalis terbagi menjadi 3 kelompok: 1. Mempelajari al-Qur’an dengan tujuan mencari kebenaran. 2. Kelompok pendeta nashrani, mempelajari al-Qur’an dan ingin menemukan kelemahan-kelemahan di dalam al-Qur’an. 3. Orang-orang yang sengaja dibayar oleh orang-orang Barat, mereka mempelajari al-Qur’an untuk mencari kelemahan negara-negara Islam. Mereka jadikan Indonesia dan Iran jadi sasaran.” Kata Hassan Zamani
Selanjutnya beliau memparkan satu persatu tiga kelompok orientalis tersebut. Beliau memaparkan bahwa, sejarah orientalis mulai 1000 tahun lalu, ini dari kelompok pertama yang mempelajari al-Qur’an untuk mencari kebenaran. Mereka ini banyak yang menyatakan kebenaran Islam, dan menemukan kebenaran Islam, lalu masuk Islam. Ada 2000 orang orientalis yang masuk Islam.
Ada tiga nama orientalis yang masuk Islam: Yang pertama, Farish Durkheim, ilmuwan dari Francis, yang membandingkan al-Qur’an dengan Injil dan kitab lainnya serta dengan saince. Dia menemukan bahwa al-Qur’an lebih unggiul dari Injil dan scince, maka ia masuk Islam dan menjadi mubaligh pendakwah Islam.
Yang kedua, Hamid al-Khaf, orang Amerika yang mempelajari al-Qur’an dan mempelajari tafsir al-Mizan karya al-Thabthabai, lalu ia masuk agama Islam. Saat ini beliau menjadi mubaligh, mengajak orang masuk Islam. Ia menguasai 10 bahasa, dan bisa berdakwah dengan 10 bahasa ini, untuk mengajak orang masuk Islam.
Yang keitga: David Aneli, adalah putra penguasaha FIAT Australia. Dia dari keluarga kaya. Ia adalah mahasiswa perbandingan agama. Suatu hari ia di perpustakaan, ia menemukan al-Qur’an, lalu membacanya, lalu ia terkagum-kagum dengan bahasa al-Qur’an. Kemudian ia melengkapi bacaanya dengan berbagai buku lainnya. Maka setelah bebeapa tahun, ia memutuskan masuk agama Islam.
Setelah Revolusi Iran mencapai kemenangannya, David Aneli pergi ke Iran, dan menemui Imam Khomaini. Dan karena ia adalah anak tunggal pengusaha FIAT, yang kekayaannya sangat banyak, dia berjanji akan menjadi pendakwah Islam ke seluruh dunia. Orang yahudi dan Barat tidak membiarkan begitu saja, maka orientalis yang jahat segera membunuh david Aneli ini. Kaum Yahudi, menemui Ayah David Aneli untuk bertaubat. Maka Ayah mengatakan pada david Aneli untuk bertaubat, jika tidak maka dia tidak akan diberi warisan. David Aneli mengatakan bahwa ayah telah memberi dua pilihan yaitu uang milyaran dolar dan al-Qur’an, david, lebih memilih al-Qur’an. David kemudian melanjutkan studi ke Iran di Jam’atul Mushtafa.Inilah orientalis kelompok pertama
Adapun kelompok kedua, yang terdiri dari para pendeta gereja yang bertujuan melemahkan Islam. Adapun usaha yang dilakukan para pendeta tersebut, sekitar 900 tahun yang lalu. Seorang pendeta bernama Peter, berhasil menerjemahkan al-Qur’an, yang kemudian terjemahan ini jadi bahan kajian kalangan Yahudi dan Nashrani yang ingin melemahkan Islam. Setelah berlalu 400 tahun dari adanya terjemahan tersebut, mereka cetak dan sebar luaskan untuk kajian umum. Al-Qur’an mislanya sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebanyak 300 kali. Juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa lainnya, Francis, German dan lainnya. Tujuannya untuk mencari titik lemah al-Qur’an. Hingga saat ini, ratusan buku ditulis untuk menyerang Islam dan menyerang al-Qur’an.
Nama kedua dari kelompok kedua ini adalah Ignas Goldzhier, seorang Yahudi yang hidup di Eropa. Bukunya banyak berisi cercaan dan celaan terhadap Islam. Nama berikutnya adalah Noldeke, seorang Jerman yang menulis buku Tarikh al-Qur’an yang menyatakan al-Qur’an bukan sebagai wahyu, tetapi sebagai buku biasa saja
Hassan Zamani menegaskan bahwa, usaha yang paling berbahaya dari orientalis yang menyerang al-Qur’an dan Islam adalah di antaranya ketika di Belanda pada th 2000 di Lieden, para pendeta Yahudi dan Nashrani berkumpul dan menulis tentang Ensiklopedia al-Qur’an. Ini bukan ditulis oleh ulama Islam, tetapi oleh pendeta Nashrani dan Yahudi. Di situ ada 1000 makalah yang ditulis begitu saja, dengan menyimpang dari al-Qur’an dan dari Islam. Sekitar ratusan cendeikiawan mereka kumpulkan, mereka minta untuk menulis satu orang satu tema makalah berkenaan dengan al-Qur’an, pembiyaannya ditanggung negara. Meskipun kegiatan ini dilakukan dipusatkan di Lieden, tetapi pimpronya adalah cendikiawan Amreika, kebetulan perempuan yang namanya ‘Jane Dane Mclife”.
Menyikapi penyusunan ensiklopedi ini, Hassan Zamani menyarankan agar kita melakukan kritik dan counter terhadapnya, dan jangan diam saja.
Narasumber kedua, DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA, menegaskan kembali apa yang disampaikan narasumber pertama, bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani melakukan upaya-upaya yang luar biasa untuk membinasakan umat Ilsam dan orientalis dengan berbagai cara. Dilakukan Ini dengan mempelajari al-Qur’an, hadis dan karya-karya ilmiah dan tokoh-tokoh Islam. Ini di antaranya dengan dengan mencari kelemahan al-Qur’an, mencari kelemahan hadis, mencari kelemahan Rasul , mencari kelemahan para ulama. Tujuannya satu agar umat Islam meninggalkan agamanya, meninggalkan Islam, meninggalkan al-Qur’an, Hadits dan para ulama.
Ustadz Munif menegaskan bahwa IIQ sejak semula sudah memiliki komitmen, bahwa dengan IIQ kita bisa membela Islam, bahkan mencounter pemikiran-pemikiran yang menyeleweng. Beliau menyarankan, agar kita jangan sembarangan baca buku dan majalah. Karena mereka menerbitkan buku dan majalah dengan berbagai bahasa. Termasuk bahasa Arab, tetapi isinya menjelekkan Islam. Kepada mahasiswi-mahasiswi IIQ, belaiu menyarankan agar mahasiswi tekun mempelajari al-Qur’an dengan benar, sampai dengan ilmu al-Qur’annya lalu bisa membela Islam dari serangan kelompok yang memusuhi Islam.
Untuk menghadapi kaum oreintaslis yang menyerang Islam, ustadz Munif menyarankan agar kita harus lebih tinggi dari mereka. “Kalau mereka yang menyeleweng saja berani mengemukakan pemikirannya, kenapa kita yang benar dan dijamin masuk surga tidak berani mengcounter mereka”, tegasnya. Kepada mahasiswi, beliau meyarankan agar membaca “al-Qur’an dan Mustarsyiqun” yang sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa.
Setelah presentasi narasumber selesai, forum dilanjutkan dengan diskusi. Ada dua pertanyaan menarik yang dilontarkan Prof. Dr. Nabilah Lubis, MA; (1) Bagaimana kita bisa memahami al-Qur’an dengan baik, dan tidak sebatas menghafal dan melagukannya dengan baik? (2) Bagaimana respon ulama dan atau pemerintah Iran terhadap upaya pembakaran al-Qur’an untuk memperingati 11 Sept 2010?
Hassan Zamani menjawab; “Kita harus mengambil al-Qur’an bukan hanya dari satu sisi saja. Membaca dan melagukan al-Qur’an adalah salah satu sisi saja, tetapi sisi yang lainnya yang lebih penting adalah bahwa kita harus memahami al-Qur’an dan berkahlah serta beramal dengan tuntunan al-Qur’an”
Terkait dengan 11 Sept, mereka selalu berencana untuk menjauhkan orang-orang dari Islam. Kejadian 11 Sept itu sendiri adalah rekayasa Amerika itu sendiri. Tetapi Allah swt maha tahu dan maha hidup. Mereka berusaha untuk menipu Allah dan Allah maha kuat, mereka sendirilah yang akan tertipu. Secara umum, aktifitas apa pun yang mereka lakukan untuk menyerang Islam, mereka tidak menyadari bahwa Allah itu ada, sehingga usaha mereka justru menyebabkan Islam semakin banyak diketahui orang.
“Muslim, khususnya di Iran, tidak takut kepada siapa pun, baik amreika, Israel. Dulu Imam Khomeini pernah member sayembara untuk memebri hadiah keapda siapa yang berhasil membunuh atau menangkap mereka yang memusuhi Islam. Hal ini bisa saja terulang di Iran.” Kata Hassan Zamani dengan tegas. (Ali Mursyid)